Langsa | 1kabar.com
Secara kontruksi penegakan hukum pemilu ataupun pilkada di Indonesia, MK berperan sebagai pengadil di tingkat akhir, setelah Komisi Independen Pemilih (KIP), Panitia Pengawas Pemilih (Panwaslih), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sesuai Undang-undang Pilkada terbaru sangat jelas mengamanatkan MK untuk menangani sengketa Pemilu serta Pilkada, hal tersebut sesuai dengan revisi UU 1/2010, sepanjang belum dibentuknya Badan Peradilan Khusus.
Dari dua alinea diatas sangat jelas sesuai dengan dua permohonan yang masuk ke MK terkait pemilihan Walikota Langsa yang diduga penuh dengan kesalahan diantaranya seperti Money Politik dan salah seorang pejabat di penyelenggara Pilkada adalah orang tua kandung dari Wakil Walikota yang memenangkan hasil penghitungan KIP kota Langsa menjadi sebuah landasan kuat sebahagian masyarakat kota Langsa bahwa Pilkada di kota Langsa tidak berjalan dengan Jurdil.
Sejauh ini, MK pernah memutuskan pembatalan hasil Pilkada dengan bentuk pemilihan ulang maupun pembatalan penuh, sehingga yang menang dinyatakan disqualifikasi, masa ketua MK dipimpin oleh Prof Mahfud MD.
Hal tersebut terjadi pada Pilkada Jawa Timur tahun 2008 saat Khofifah dinyatakan kalah dari Soekarwo, MK membatalkan hasil Pilkada dan dilakukan pemilihan ulang. Lalu kemudian pada Pilkada Bengkulu Selatan yang menang didiskualifikasi dan nomor urut pemenang kedua langsung naik menggantikan pemenang Pilkada yang terdiskualifikasi.
Di Langsa sendiri juga pernah dilakukan pemilihan ulang pada beberapa TPS., dikarenakan ditemukannya kecurangan pada pemilihan umum tahun 2019 silam. Atas dasar tersebut masyarakat kota Langsa dengan berbagai upaya, dimulai dengan berencana mendemo KIP kota Langsa terkait adanya kedekatan antara salah satu paslon dengan salah seorang pejabat KIP kota Langsa juga diduga adanya Money Politik dengan pembuktian, ditangkap tangannya beberapa Timses dari calon pemenang Pilkada yang sedang membagi-bagikan uang kepada warga dibeberapa Gampong (desa) dikota Langsa. Dasar tersebutlah yang membuat warga kota Langsa berharap agar Pemilihan Walikota dikota Langsa untuk dilakukan peninjauan ulang dengan catatan dua opsi, apakah Pilkada ulang atau mendiskualifikasi pemenang Pilkada yang jelas-jelas menyalahi aturan diduga dengan politik uang.
Walaupun sebahagian warga kota Langsa pesimis permohonan terkabulkan oleh MK, tetapi setidaknya, masyarakat sudah melawan ketidak benaran didalam system demokrasi yang cacat. Cacat yang disebabkan dengan sengaja oleh Paslon yang dinyatakan menang dalam Pilkada dengan politik uangnya. Warga kota Langsa kini sedang menunggu sebuah hasil dari kalimat yang menyatakan “Demokrasi”, dimana sebuah demokrasi seperti yang di harapkan oleh Presiden Prabowo Subianto, bersih, jujur dan adil.
Yang menjadi catatan hari ini, adakah MK memenangkan gugatan pasca kejadian diatas. Yang menjadi sesuatu yang harus digaris bawahi, apakah gugatan dapat mengalahkan pemenang dalam sebuah kontestasi, sepertinya jauh pangang dari api, hanya sebuah keajaiban bila itu akan terjadi, kalau istilah bahasa Aceh yang sekarang banyak diplesetkan “adat bak po teumereuhom hukom bak rupiah” (adat ada pada ulama hukum pada rupiah). Wallahualam bisawab.
Oleh : Chaidir Toweren ketua Perwal






