OpiniPolitik

Benang Kusut Politik Uang 

482
×

Benang Kusut Politik Uang 

Sebarkan artikel ini

Oleh : Chaidir Toweren

1kabar.com

Istilah politik uang, atau yang sering disebut dengan money politics menjadi sebuah perbincangan hangat bila pesta demokrasi tiba, apakah itu pemilihan umum, Presiden, Pilkada dan lain sebagainya.

Biasanya politik uang di mainkan dalam pesta demokrasi untuk mengaet nurani rakyat dengan menggunakan imbalan materi. Hal ini juga bisa dikatakan atau merupakan praktik jual beli suara dalam sebuah proses politik.

Dr Rifqi Ridlo Pahlevy SH MH seorang pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) yang saya kutip dari sebuah tulisannya mengatakan bahwa politik uang adalah praktik penggunaan kekuatan finansial untuk membeli suara rakyat guna memenangkan proses pertarungan politik.

Kenapa demikian, karena sebahagian masyarakat masih melihat uang sebagai bentuk pertukaran yang sepadan untuk proses yang akan mereka berikan dalam sebuah proses pesta demokrasi.

Hal tersebut kenapa terus terjadi didalam sebuah konteks pesta demokrasi seperti pemilu dan pilkada ? karena selama ini, penggunaan politik uang terbukti efektif, karena proses pembuktiannya terbilang sulit dan pelik untuk di jadikan sebuah alat bukti sebuah kesalahan. Karena sebahagian masyarakat malah senang dengan proses transaksi politik yang terjadi.

Baca juga Artikel ini  Tim AZAN Nomor :03 unggul di sejumlah TPS di wilayah Aceh Timur

Nah, dalam hal ini timbul kembali pertanyaan mengapa politik uang masih sering juga dilakukan atau ditemui dalam pesta demokrasi walaupun sudah di atur oleh UU.

Kembali saya kutip bahasa Dr Rifqi, “Praktik politik uang berjalan bukan karena tiada aturan yang melarang atau ringannya sanksi yang mengancam pelakunya. Tetapi praktik politik uang berjalan berkaitan dengan aspek struktur dan kultur hukum yang kian familiar dengan demokrasi transaksional.

Dapat dikatakan, struktur penegak hukum pada Pilkada yang lemah dalam proses pengawasan dan penegakan hukum menjadi akar masalah penyebab menjamurnya politik uang dalam sebuah pesta demokrasi. Bukan itu saja, kinerja buruk pemimpin selama memegang kuasa juga menjadikan rakyat apatis dan skeptis terhadap aspirasi mereka nantinya. Hal tersebut juga yang mendasari bahwa politik uang sebagai kompensasi, karena rakyat tahu akan sulitnya berharap pada sebuah komitmen politik yang dijanjikan kepadanya terealisasi. jadi uang tersebut adalah harga yang harus di bayar untuk mendapatkan dukungan sang calon dari rakyat.

Baca juga Artikel ini  Pasca Pemilihan di Tanggal 27 November 2024, Polemik Calon Bupati Aceh Selatan menjadi Trending

Padahal bila masyarakat sadar, bahwa politik uang adalah sebuah bentuk ketidaksiapan calon pemimpin yang tidak punya jiwa kepemimpinan, yang tidak siap bersaing secara sehat dengan berargumentasi dan juga dalam memberikan program-program yang masuk akal kepada masyarakat, tetapi mereka hanya orang-orang yang ingin maju karena punya modal uang saja, untuk membeli suara rakyat, yang seharusnya hak yang tidak bisa diperjual belikan dengan nilai uang yang hanya seberapa.

Maka dari itu, atas kejadian yang telah terjadi, terkait politik uang ini, kedepan perlu adanya Gerakan dalam bentuk sosialisasi yang tidak sekedar omon-omon saja, tetapi sebuah gerakan yang sifatnya merangkul dan memberikan pemahaman kepada masyarakat, bukan dengan sebuah pencitraan tetapi berikan citra yang nyata, yang mampu membawa masyarakat awam untuk menghindari praktik politik uang yang dimainkan oleh para politikus.

Baca juga Artikel ini  Anton-Benny Unggul di Quick Count Pilkada Simalungun 2024, GRIB Jaya Simalungun : Mari Kita Kawal Hingga Penetapan

Mari kita bersama-sama melawan praktik money politik yang telah merusak demokrasi dan keadilan dalam sebuah pemilihan. Karena yang harus di sadari adalah bahwa money politik adalah praktik yang menggunakan uang untuk mempengaruhi pemilih, melalui sebuah pemberian finansial bukan sebuah pesta demokrasi yang benar-benar hadir dari harapan dan keinginan rakyat. Karena sesuatu hal dapat dilihat baik buruknya dengan kita melihat dari sebuah.

Penulis : Ketua Persatuan Wartawan Kota Langsa (Perwal) dan Sekretaris AKSIRA Aceh