BENER MERIAH | 1kabar.com
Publik di Kabupaten Bener Meriah kembali dibuat gerah dengan lambannya proses hukum dugaan mark up proyek interior ruang operasi RSUD Muyang Kute. Proyek dengan nilai kontrak fisik mencapai Rp 2,9 miliar ini sejak akhir tahun 2023 sudah tercium aroma penyimpangan, namun hingga kini status hukumnya masih digantung tanpa kepastian.
Muammar Syahputra ketua Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) provinsi Aceh di dampingi Wakil Ketua DPD Patriot Bela Negara menegaskan bahwa kondisi ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah. Ia mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk serius menuntaskan kasus yang sudah berulang kali disorot media dan menuai reaksi keras masyarakat.
“Publik butuh kepastian hukum, bukan alasan demi alasan. Jika kasus dugaan mark up RSUD Muyang Kute terus dibiarkan menggantung, maka wajar bila kepercayaan rakyat terhadap institusi hukum kian terkikis,” tegasnya kepada wartawan, Jumat (10/10/2025).
Pemberitaan mengenai kasus ini bukanlah hal baru. Pada 16 April 2024, TribunGayo menulis bahwa Kejaksaan Negeri Bener Meriah akan memanggil sejumlah saksi dari Jakarta terkait kasus dugaan mark up tersebut. Agar kasus ini cepat selesai. Namun janji itu belum membuahkan hasil nyata hingga hari ini.
Kuatnya “tembok” yang melindungi kasus ini semakin terasa ketika desakan publik tak kunjung mampu membongkar aktor utama di balik dugaan korupsi. Meski mantan Direktur RSUD Muyang Kute, dr. Sri Tabahhati, akhirnya diberhentikan dari jabatannya akibat tekanan aksi demo dan sorotan media, publik menilai itu bukanlah solusi.
“Pemberhentian direktur hanyalah langkah administratif. Tapi kasus dugaan mark up tetap harus diusut tuntas. Kalau tidak, ini sama saja dengan mengorbankan satu orang, sementara dugaan penyimpangan besar dibiarkan menguap,” jelas keduannya.
Saat dikonfirmasi, pihak Kejaksaan Negeri Bener Meriah beberapa bulan yang lalu, beralasan masih menunggu hasil pemeriksaan saksi ahli dari Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Bener Meriah, Alfiansyah Nasution, yang baru menjabat menggantikan Aulia saat itu menjelaskan kepastian hukum akan terlihat setelah hasil tersebut keluar.
Namun, fakta bahwa kasus ini sudah melewati tangan dua pejabat Kasi Pidsus sebelumnya tanpa ada perkembangan signifikan menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. “Apakah harus menunggu Kasi Pidsus yang ketiga baru kasus ini bisa selesai? Jangan sampai hukum di Bener Meriah hanya dipandang sebelah mata,” sindir Muamar dengan nada keras.
Sejak akhir 2023 hingga kini, masyarakat terus mengikuti perkembangan kasus RSUD Muyang Kute. Setiap kali muncul janji pemanggilan saksi atau pemeriksaan baru, publik berharap ada titik terang. Namun, kenyataan yang terjadi adalah stagnasi panjang yang membuat masyarakat semakin bingung dan kecewa.
“Kalau kasus dugaan mark up miliaran rupiah di RSUD saja bisa digantung sekian lama, bagaimana dengan kasus-kasus lain yang nilainya lebih kecil? Ini bisa menjadi sinyal buruk bahwa hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya,” ujar salah seorang tokoh masyarakat di Bener Meriah yang enggan disebutkan namanya.
Publik kini menunggu langkah tegas Kejaksaan Negeri Bener Meriah untuk membuktikan komitmen mereka dalam memberantas korupsi. Apalagi kasus ini telah menjadi buah bibir, bukan hanya di Bener Meriah, tetapi juga di wilayah Aceh secara umum.
Muamar menegaskan bahwa pihaknya bersama elemen masyarakat sipil akan terus mengawal kasus ini. Ia menegaskan, masyarakat tidak akan diam jika kasus RSUD Muyang Kute coba dihentikan secara halus tanpa ada keputusan hukum.
“Ini bukan hanya soal angka Rp 2,9 miliar, tapi soal marwah hukum. Kalau hukum bisa dibeli, maka jangan harap rakyat kecil akan percaya lagi. Kami akan terus mengawal sampai ada kejelasan, siapa yang harus bertanggung jawab atas dugaan mark up ini,” pungkasnya.
Kasus RSUD Muyang Kute menjadi cermin betapa rentannya penegakan hukum di daerah ketika berhadapan dengan dugaan korupsi yang melibatkan pejabat. Publik menanti jawaban: apakah hukum benar-benar tegak di Bener Meriah, atau justru tunduk pada kekuatan tak terlihat yang melindungi para pelaku? (tim)





