Berita Terkini

Menanggapi Kisruh Lapor Melapor di Polres Singkil

484
×

Menanggapi Kisruh Lapor Melapor di Polres Singkil

Sebarkan artikel ini

Aceh Singkil | 1kabar.com

Bijak dalam menggunakan media sosial, dalam perkembangan zaman serba era digital seperti sekarang ini harus dilakukan, jangan sampai peribahasa “mulutmu harimau” tergantikan dengan istilah “jarimu harimau mau”.

Bahkan kasus hukum terkait permasalahan yang berhubungan dengan teknologi salah satunya adalah media sosial makin marak dewasa ini. Bahkan bisa dikatakan hampir setiap hari bisa jadi kasus yang serupa, hal ini disebabkan semakin bebasnya masyarakat dalam mengekspresikan pendapatnya di media sosial. Salah satu yang sering terjadi adalah kasus penghinaan dan pencemaran nama baik.

Dewasa saat ini menjadi salah satu kekuatan utama yang membentuk cara publik berinteraksi, berbagi informasi, dan memahami isu terkini. Interaksi tersebut banyak kita temukan di media pers digital atau media sosial.

Apa beda media pers digital dengan media sosial

Media pers digital (produk pers) : memiliki proses verifikasi yang ketat untuk memastikan informasi yang disampaikan akurat dan terpercaya. Sang jurnalis yang berada pada media pers digital melaksanakan tugasnya mengikuti kode etik jurnalistik dan melakukan riset mendalam sebelum menerbitkan berita.

Baca juga Artikel ini  Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni Hadiri Penyampaian LHP BPK RI Kepada Presiden Jokowi

Media sosial (YouTube, TikTok, Facebook dsb) : pengguna dapat memposting informasi tanpa verifikasi, sehingga informasi yang beredar di media sosial tidak selalu akurat dan terrpercaya.

Dari hasil kedua produk tersebut diatas apakah dapat dijerat hukum ?

Media sosial atau YouTube dan sejenisnya bukan termasuk dalam domain undang-undang pers, sehingga jika terjadi sengketa permasalahan tidak termasuk jurisdiksi Dewan pers. Dan jika ada yang dirugikan akibat konten berita yang di muat, bisa melaporkan kepada aparat penegak hukum.

Kendati begitu kita juga tidak menampikan kalau produk Youtube dan sejenisnya yang dihasilkan itu juga merupakan saluran resmi dan redaksi, bisa menunjukkan bahwa produk tersebut berbasis video dapatlah dianggap produk jurnalistik. Asalkan perusahaan persnya harus menunjukkan bahwa kanal medsos tersebut dibawah supervisi redaksi dan penanggung jawab media yang bersangkutan.

Misalkan sebuah pemberitaan, bila merupakan hasil pers dan sudah ditayangkan di media pers digital maka hal tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan pers, bila media sosial yang ditayangkan tanpa melalui proses media pers digital maka si pemilik akun lah yang bertanggung jawab.

Baca juga Artikel ini  Datangi Polda Sumut, Anak Almarhum Rico Sempurna Pasaribu Buat Laporan Diduga Pembunuhan Berencana

Seorang guru besar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Indriyanto Seno Aji yang penulis kutip dari Liputan6.com mengatakan, bahwa bisa tidaknya pelaku perekaman atau pemotretan tanpa izin dipidana, tergantung kasusnya.

“Jika konten yang diambil tanpa izin yang bersangkutan akan mendapatkan pidana. Perbuatan tersebut bisa dijerat dengan undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE),”Jelasnya.

Apakah produk media pers digital (Produk jurnalistik) yang sah dapat dipidana ?

Dengan adanya kesepakatan baru antara Polri dan Dewan Pers, wartawan tidak bisa dijerat dengan UU ITE, karena produk jurnalistik dihasilkan atau di produksi melalui mekanisme jurnalistik yang sah dan perusahaan pers yang sah.

Baca juga Artikel ini  Diduga Banyak Reklame Tak Terdata, PAD Kabupaten Bireuen Terancam

Dalam hal ini, kepolisian juga menggunakan mekanisme bahwa sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan oleh Dewan Pers serta undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Kalau masih memungkinkan penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah menempuh klarifikasi, upaya mediasi antara pihak, kalau sudah mentok baru diputuskan baru diputuskan apakah penyelidikan dilanjutkan apa

Wartawan secara khusus bernaung dalam pers atau perusahaan pers (yang berbadan hukum.red). Ketika menjalankan profesinya, wartawan harus mentaati kode etik jurnalistik. Menurut pasal 1 kode etik jurnalistik wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beriktikad buruk.

Berdasarkan ketentuan tersebut , wartwan merekam tanpa izin dilarang ketika hal tersebut berkaitan dengan pribadi narasumber.

Penulis berharap dengan adanya tulisan ini, menjadi penyelesaian terkait sebuah polemik terkait adanya laporan yang diduga mencemarkan nama baik seseorang di Polres Aceh Singkil.

Penulis : Syahbuddin Padang / Antoni Tinendung