MEDAN | 1kabar.com
Pengadilan Tinggi (PT) Medan dinilai tidak memberikan rasa keadilan bagi kaum Perempuan karena hanya menjatuhkan vonis 1 Tahun percobaan kepada terdakwa KDRT Sekkeus Harahap.
Hal itu dikatakan langsung oleh Kuasa Hukum korban KDRT, Paul J J Tambunan, usai memasuki surat tanggapan atas hasil banding di Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Jalan Ngumban Surbakti, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Selasa (04/06/2024).
“Kami datang ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan untuk menyampaikan surat berupa kekecewaan terhadap hasil banding kasus KDRT dengan Nomor Perkara 818/Pid.Sus/2024/Pengadilan Tinggi Medan,” tegas Paul.
Paul menjelaskan bahwa kekecewaan itu soal putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan yang menguatkan putusan 6 Bulan, Bulan penjara namun hukuman tersebut tidak usah dijalani, kecuali dikemudian hari ada Putusan Hakim yang menentukan lain disebabkan terdakwa melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 Tahun.
“Putusan ini sangat tidak memberikan perlindungan hukum dan tidak memberikan rasa keadilan terhadap Perempuan di Indonesia,” cetusnya.
Mirisnya kata Paul, hukuman yang diberikan Pengadilan Tinggi (PT) Medan maupun Pengadilan Negeri (PN) Sibuhuan Nomor : 71/Pid.Sus/2023/Pengadilan Negeri Sibuhuan jauh lebih rendah dari pada kasus pemukulan Hewan yang terjadi di Daerah Halmahera. Sebab, pelaku pemukulan Hewan tersebut dihukum 2 Bulan penjara dan ditahan, sedangkan kasus pemukulan Perempuan (KDRT) tidak ditahan dan hanya percobaan.
“Ini sangat aneh, kenapa melakukan penganiayaan terhadap Perempuan dan itu Istrinya, Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Sibuhuan dan Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Medan tidak menghukum, artinya tidak memutus agar terdakwa ini ditahan, hanya memutus percobaan,” sesalnya.
Karena itu Paul menilai putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan tidak memberikan contoh produk hukum yang baik dan tidak memberikan efek jerah bagi para pelaku KDRT terhadap Istrinya.
“Semoga kedepannya putusan-putusan perkara KDRT tidak ada lagi hukuman ringan, yang seakan-akan tidak menimbulkan efek jerah bagi pelaku, dan ini membuat meningkatkannya perkara kekerasan di Indonesia,” pungkasnya sembari berharap Jaksa Kasasi atas Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
Sebelumnya, Jenti Mutiara selaku korban mengungkapkan bahwa dirinya sering mendapat tindakan dugaan KDRT dari mantan Suaminya tersebut selama bertahun-tahun dan menahan tidak melapor karena menjaga Psikologis anak-anak dan harga diri mantan Suaminya yang saat itu masih berstatus Suami sah.
“Puncaknya Desember 2022, mendapat kekerasan berupa dugaan penganiayaan dan sudah tidak tahan lagi dengan perbuatan mantan Suami. Lalu melaporkannya ke Polres Padang Lawas, namun dirinya juga malah dijadikan sebagai tersangka atas laporan Suaminya yang juga mengaku menjadi korban KDRT,” tandasnya.(Redaksi/Jaguar0101KBR)