OpiniPolitik

Dalam Kontestasi Demokrasi, Pemenang Belum Tentu Yang Terbaik

669
×

Dalam Kontestasi Demokrasi, Pemenang Belum Tentu Yang Terbaik

Sebarkan artikel ini

Foto : ilutrasi

Oleh : Chaidir Toweren

1kabar.com

Demokrasi saat ini dianggap sebagai satu-satunya jalan terbaik dalam menentukan segala sesuatu terutama soal pemilihan, baik pemilihan wakil rakyat maupun pemilihan calon pemimpin. Sistim monarki dan kerajaan memang sudah tidak relevan lagi dalam menentukan lahirnya seorang pemimpin, meskipun masih banyak negara maju yang menerapkan sistem kerajaan.

Demokrasi pada intinya hanya satu, suara terbanyak oleh rakyat itu sendiri sesuai dengan prinsipnya, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sejarah mencatat di abad ke-5, demokrasi diawali oleh musyawarah, dimana setiap penentuan pimpinan selalu diawali dengan diskusi terbuka.

Zaman semakin berkembang, kegiatan musyawarah untuk mendapatkan mufakat tidak mungkin lagi dilakukan. Karena pertimbangan geografis wilayah yang luas dalam suatu negara, serta periode pemerintahan hanya beberapa tahun saja membuat proses demokrasi harus dilakukan secepat dan seefektif mungkin. Akhirnya, suara terbanyak menjadi opsi terakhir yang disinyalir menjadi terbaik. Terbukti, mayoritas negara juga menggunakan system demokrasi. Pemilik suara terbanyak berhak maju sebagai pemimpin dalam suatu wilayah yang telah ditentukan.

Baca juga Artikel ini  Calon Bupati Bireuen Nomor Urut 3 Gunakan Hak Pilih di Pulo Ara

Meski demikian, demokrasi bukan tidak melahirkan sebuah kecacatan yang semakin lama semakin dipertanyakan. Apakah hasil suara terbanyak tersebut sudah memberikan jaminan apakah hasil tersebut adalah hasil yang terbaik diantara yang baik, jawabanya tidak.

Jadi, demokrasi bukan siapa yang terbaik, tetapi siapa yang mendapatkan suara terbanyak. Orang bodoh sekalipun bisa menjadi pemimpin, asalkan mayoritas rakyat memilihnya. Orang yang hanya berjanji manis juga bisa menjadi seorang pemimpin, dengan bermodalkan suara terbanyak yang harus diraihnya. Sang pemenang dalam kontestasi demokrasi belum tentu yang terbaik atau yang paling benar atau pintar, yang sudah pasti pemenang dalam sebuah kontestasi demokrasi adalah seseorang yang memperoleh suara terbanyak.

Baca juga Artikel ini  H-1, Syech Fadhil amalkan Doa dari UAS dan Silaturahmi dengan Tuan Guru Besilam

Terpilihnya presiden Rusia untuk yang keempat kalinya Vladimir Putin, adalah salah satu catatan sejarah yang menguatkan apatisme kaum anti-demokrasi. Banyak yang beranggapan bahwa demokrasi juga terkadang menghasilkan pemimpin yang tidak sesuai harapan rakyat, atau terkadang juga bisa melanggengkan mereka untuk terus berkuasa.

Baca juga Artikel ini  Anton-Benny Unggul di Quick Count Pilkada Simalungun 2024, GRIB Jaya Simalungun : Mari Kita Kawal Hingga Penetapan

Tokoh hukum Indonesia Mahfud MD pernah mengatakan, bahwa demokrasi kita tidak menghasilkan elite politik yang bagus. Justru malah akan menghasilkan pemimpin yang korup. Hal ini terjadi karena adanya dorongan agar bisa mengembalikan “biaya” politik yang telah dikeluarkan, yang tentunya biaya politik yang mahal merupakan bagian dari sistem demokrasi itu sendiri.

Penulis hanya ingin memperjelas kembali bahwa sebuah hasil dalam sebuah kontestasi demokrasi bukanlah hasil untuk menentukan siapa yang terbaik diantara yang baik, tetapi adalah hasil sebuah kontestasi siapa yang dapat meyakinkan publik sehingga dipilih dan menjadi pemilik suara terbanyak didalam kontestasi dan dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menjadi pemimpin.