Aceh Singkil– 1kabar.com. tengah panasnya konflik agraria dan sengketa lahan antara masyarakat dan korporasi sawit di Aceh Singkil, satu nama yang terus bergema di ruang-ruang mediasi, ruang sidang, hingga jalanan aksi adalah Yakarim Munir. Dikenal sebagai tokoh masyarakat yang vokal, ia kerap disebut sebagai “Tank Hidup” oleh warga julukan yang lahir dari keberaniannya dalam menghadapi intimidasi, tekanan, bahkan jeruji besi.
Sosok di Balik Julukan Yakarim Munir bukanlah nama asing di Aceh Singkil. Ia adalah mantan prajurit yang kemudian menempuh jalan sebagai aktivis dan tokoh masyarakat, memperjuangkan hak-hak warga yang kerap merasa tertindas oleh kekuatan modal, terutama perusahaan-perusahaan perkebunan besar. Pada Pilkada 2017, ia sempat maju sebagai calon wakil bupati melalui Partai Aceh menandakan bahwa pengaruh dan dukungannya tidak bisa dianggap remeh.
Namun, lebih dari panggung politik, Yakarim dikenal karena konsistensinya mendampingi masyarakat dalam konflik lahan, khususnya yang melibatkan **PT Delima Makmur (PT DM) — perusahaan sawit besar yang disebut-sebut menguasai ribuan hektare lahan tanpa kejelasan hak plasma kepada warga.
Garda Depan Perlawanan Agraria Salah satu peristiwa mencolok adalah saat Yakarim melaporkan PT DM ke Kejaksaan Negeri Aceh Singkil atas dugaan korupsi dan penguasaan ilegal lahan seluas ±2.576 hektar di Kecamatan Danau Paris. Langkah ini mengundang sorotan, sekaligus mempertegas keberaniannya melawan pihak-pihak yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil.
Tak hanya di balik meja pelaporan, Yakarim juga aktif dalam rapat dengar pendapat (RDP), mediasi, dan bahkan aksi-aksi publik. Dalam berbagai forum, ia tegas menuntut keterbukaan dan keadilan, menyerukan agar hak-hak masyarakat tidak dikorbankan demi kepentingan korporasi.
Kriminalisasi atau Kesalahan Pribadi?
Pada 2025, namanya kembali mencuat setelah ia ditahan Kejari Aceh Singkil atas dugaan penggelapan dana lahan plasma senilai Rp250 juta. Pihak kejaksaan menyebut ada indikasi penipuan dalam proses pembebasan lahan, namun Yakarim menegaskan bahwa dana tersebut adalah uang muka dari perusahaan, bukan bentuk penipuan.
Bagi sebagian besar simpatisannya, penahanan ini dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap aktivis, bukan semata-mata kasus hukum biasa. Hal ini terlihat dari membludaknya dukungan warga saat persidangan berlangsung — bahkan ketika permintaan penangguhan penahanan ditolak, emosi publik memuncak.
Simbol Perlawanan Rakyat Kecil Karakter Yakarim yang keras, lugas, dan enggan mundur membuatnya dicintai sekaligus disorot. Di tengah berbagai tudingan dan tantangan hukum, masyarakat tetap melihatnya sebagai simbol perlawanan. Baginya, memperjuangkan kebenaran lebih penting daripada menjaga citra.
“Dia memang keras, kadang kasar dalam menyampaikan pendapat. Tapi justru itu yang bikin kami percaya dia tulus,” ungkap seorang warga yang hadir dalam aksi solidaritas di depan kantor Kejari Singkil.
Julukan “Tank Hidup” pun melekat bukan tanpa alasan. Ia tetap berdiri tegak, bahkan saat banyak orang memilih diam. Dalam konflik agraria yang terus bergulir, keberadaan figur seperti Yakarim Munir menjadi pengingat bahwa masih ada suara-suara yang berani menantang ketimpangan, meski taruhannya kebebasan pribadi.
Catatan redaksi: Perkara hukum yang melibatkan Yakarim Munir masih dalam proses di pengadilan. Semua pihak berhak atas praduga tak bersalah sampai ada putusan hukum yang berkekuatan tetap.
Syahbudin Padank:FRN Fast Respon counter Polri Nusantara provinsi aceh